Penulis : Chairul Falah | Editor dan Publish : Chairul Falah
Slawi FM – Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) adalah skrining/uji saring yang dilakukan pada bayi baru lahir untuk memilah bayi yang menderita Hipotiroid Kongenital (HK) dan bayi yang bukan penderita atau keadaan fungsi kelenjar tiroid menurun bahkan tidak berfungsi. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, maka berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan serta retardasi mental.
Demikian yang dikatakan oleh Ketua Tim Kerja Kesehatan Anak dan Remaja Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal Yuda Ayu Timorini dalam talkshow warta 10 yang dipandu oleh Aldo Herlambang di Studio Radio Slawi FM, pada Rabu (10/07/2024) pagi.
Menurut Ayu Timorini, retardasi mental adalah gangguan intelektual yang umumnya ditandai dengan kemampuan mental atau inteligensi yang berada di bawah rata-rata. Kondisi ini juga kerap disebut disabilitas intelektual dan bisa mempengaruhi kapasitas seseorang untuk belajar dan menyimpan informasi baru. Bahkan kondisi ini juga bisa memengaruhi perilaku sehari-hari seperti keterampilan sosial dan rutinitas kebersihan.
“ Retardasi mental ini biasa kita kenal dengan kemunduran kognitif dan keterbelakangan mental, yang berkonotasi negatif di masyarakat. Oleh karena itu, frasa ini digantikan dengan disabilitas intelektual. Istilah ini kurang ofensif dan tidak menjelaskan tingkat keparahan kondisi,” tutur Ayu.
Bayi-bayi yang baru lahir memiliki potensi luar biasa untuk tumbuh dan berkembang. Sayangnya, ada beberapa kondisi medis yang dapat menghalangi potensi ini, salah satunya adalah Hipotiroid Kongenital. Kondisi ini, meskipun relatif jarang, dapat memiliki dampak besar pada perkembangan bayi jika tidak didiagnosis dan diobati dengan tepat.
“ Gejala Hipotiroid Kongenital umumnya tubuhnya pendek, lemes atau seolah – olah otot tidak berfungsi, bayi kurang aktif, bayi terlihat kuning, lidahnya membesar, mudah tersedak, suara serak, dan pusarnya bodong. Maka dari itu kemenkes memberikan program bagus berupa Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) untuk mengantisipasi terjadinya Hipotiroid Kongenital,” jelas Ayu.
Untuk itu, Ayu mengajak kepada seluruh masyarakat khususnya ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan secara rutin sesuai standard, proses bersalin harus ditangani oleh tenaga kesehatan, serta bayi melahirkan selama 24 jam harus dilakukan Skrining Hipotiroid Kongenital dengan mengambil sampel darah tumit bayi.
Sementara itu, Pengelola Program Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal, Lis Nurindriati menambahkan, tiroid merupakan hormon tubuh yang berfungsi untuk mengatur suhu tubuh dan memelihara sistem jantung, pembulu darah, memelihara sistem pencernaan bersamaan dengan pergerakan ususnya.
“ Salah satu peran tiroid ini menjaga agar nafsu makan terjaga dan terpelihara, merangsang pertumbuhan tulang, otot dan gigi serta menjamin menjaga perkembangan otot dan jaringan saraf. Kalau ada yang mengidap hipotiroid maka fungsi tulang, otot dan gigi serta jaringan saraf akan menurun,” ujar Lis. (CF)